Bali Scientific Meeting 2008 adalah satu dari sedikit pertemuan ilmiah geospasial yang berlokasi di Bali. Biasanya, pertemuan semacam ini lebih sering di Jawa, tempat para pendekar geospasial berguru, menyebarkan kanuragan dan bahkan bertapa. Menggagas sebuah acara semacam ini di Bali adalah sebuah ide unik dan berani. Meski demikian, ada juga yang ‘mencurigai’ acara ini dipaskan dengan long weekend yang berlangsung hingga 4 hari. Apapun itu, jalan ceritanya menarik untuk disimak, setidaknya oleh mereka yang tidak sempat datang.
Saya menyebutnya eksotik, bukan saja karena dilaksanakan di Bali yang memang kata banyak orang adalah Pulau Surga, tetapi karena kemasan acaranya juga sangat kental dengan budaya dan kesenian Bali. Lihat saja, misalnya, welcome dinner-nya yang diadakan di sebuah tempat pertunjukan berupa rumah tradisional Bali dengan arsitektur yang kental Asta Kosala Kosali-nya. Lantunan Jegog, gamelan tradisional Bali dari bambu yang diciptakan tahun 1912, menemani para undangan dan peserta BSM 2008 duduk di atas tikar pandan yang digelar di hamparan rumput hijau setengah berembun. Prof. Aris Poniman berbisik, “saya tidak tahu, mengapa semua ini menjadi pantes terasa, sesuatu yang kalau tidak di Bali mungkin akan terasa tabu.” Menyambut para pejabat tinggi dan pendekar geospasial di gelaran tikar pandan di atas rumput yang setengah berembun memang menjadi pantas, apalagi sambil menyaksikan tarian penyambutan khas Bali yang dibawakan empat perempuan cantik nan molek.
Undangan dan para peserta terbius oleh cerita lelaki setengah baya, pemimpin Sekaa Jegog yang mengisahkan sejarah Jegog dan perkembangannya dengan runut. Adalah Kiang (Kakek) Geliduh yang dengan kreativitas dan keisengannya menciptakan Jegog di awal abad ke-20 silam. Jenis gamelan ini kini bertahan dan menjadi salah satu ciri khas Kabupaten Jembrana, yang Bapak Bupati-nya terkenal inovatif itu.
Pagi tanggal 19 Maret 2008, acara inti dimulai di Balai Riset dan Observasi Kelautan (BROK) di Perancak, Jembrana. Sebelumnya, banyak peserta yang baru datang dari luar kota termasuk beberapa peserta dari UGM, UNDIP dan UPN Yogyakarta. Prof. Indroyono Susilo sendiri datang pada pagi itu ketika acara sudah dimulai.
Empat pembicara utama tampil bersamaan yaitu Dr. Bambang Sapto Pratomosunu (Ristek), Dr. Asep Karsidi (Kesra) Prof. Aris Poniman (Bakosurtanal) dan Prof. Yasuhiro Sugimori (Unud) dengan panduan Prof. Bangun Muljo Sukojo (ITS). Masing-masing membawakan tema yang menarik dan membuat peserta antusiasi menyimak. Dr. Bambang memulai dengan program riset unggulan ristek, diikuti Dr. Asep Karsidi dengan manajemen bencana. Pembicara ketiga adalah Prof. Aris Poniman dengan topik Inderaja untuk survei pemetaan yang dilanjutkan Prof. Sugimori yang memaparkan aplikasi SIG untuk menentukan Total Alowance Catch (TAC) dalam penangkapan eksploitasi ikan. Semua topik menarik walaupun sayang sekali tidak banyak waktu yang tersedia untuk diskusi.
Prof. Indroyono Susilo yang datang ketika keempat pembicara sedang ada di mimbar akhirnya memulai keynote speech yang sangat menarik. Inti dari presentasi beliau adalah bagaimana memasukkan aspek dan peran geospasial sehingga menjadi bagian formal dari kebijakan. Memiliki para pendekar geospasial yang kini sudah ada di posisi pembuat keputusan seharusnya menjadi nilai lebih sehingga bisa menjadikan geospasial mewarnai dan hidup dalam kebijakan-kebijakan pemerintah. Prof. Indroyono mengemukakan sebuah filosofi menarik bahwa data yang dimiliki harus diubah menjadi informasi bermanfaat yang mewujud menjadi pengetahuan (knowlegde). Meski demikian, dia tidak boleh berhenti sebelum akhirnya menjadi bagian dari kebijakan (policy). Pemaparan yang sangat menginspirasi ini memang selayaknya didengarkan oleh siapa saja yang bermain di dunia geospasial. ”Anda, sebagai anggota MAPIN, memerlukan hanya dua langkah menuju presiden” katanya suatu ketika. ”Anda tinggal sampaikan gagasan Anda ke saya, saya bilang ke menteri dan menteri meneruskan ke presiden. Sesungguhnya, gagasan MAPIN sangat mungkin menjadi kebijakan presiden dan itu tidak sulit jika mau” imbuhnya sangat inspiratif. Inilah gunanya hadir dalam sebuah pertemuan ilmiah yang manfaatnya tidak bisa dinilai dengan Rp. 100 ribu uang registrasi dan sekian rupiah ongkos pesawat :)
Mengingat waktu yang terbatas dan jumlah pemakalah yang tidak sedikit, panitia memutuskan presentasi dilakukan secara paralel di tiga lokasi berbeda. Berbagai presentasi menarik disuguhkan oleh pemakalah yang terkait aplikasi RS GIS untuk kelautan. Ada juga penelitian dasar seperti kajian karakteristik spektral bakau di Estuari Perancak. Selain itu, ada beberapa presentasi terkait kawasan konservasi laut daerah (KKLD) serta zonasi dan koservasi ekosistem pesisir. Landas kontinen di luar 200 mil laut dan usaha Indonesia dalam mengajukan klaimnya kepada PBB juga menjadi salah satu topik presentasi. Sayang sekali, karena ketiga sesi berjalan secara paralel, tidak mungkin mengikuti presentasi semua pemakalah. Untunglah panitia melakukan langkah terpuji dengan membagikan file presentasi semua pemakalah dalam bentuk CD. Hal ini tentu sangat membantu peserta lain dalam memahami materi pemakalah yang tidak sempat disaksikannya.
Yang menarik, dalam BSM 2008 ini ada presentasi dari 2 mahasiswa: Farid Yuniar dan Krisna Arimjaya. Keduanya adalah mahasiswa semester 8 Teknik Geodesi UGM yang baru pertama kali menulis makalah untuk pertemuan ilmiah. Farid mempresentasikan aplikasi SIG berbasis Internet untuk visualisasi Pulau Pulau Kecil di Indonesia sedangkan Krisna menyajikan aplikasi Google Maps API untuk sistem informasi batas maritim Indonesia. Meski mungkin masih cukup sederhana untuk peserta BSM 2008, gagasan ini berhasil mereka bawakan dengan baik. Tanggapan dari pesertapun cukup antusias.
Acara BSM 2008 ditutup oleh Kepala BROK sekitar pukul 5 sore. Dalam pidato penutupannya beliau sempat berkelakar ”kok mau-maunya peserta ditipu, diajak diskusi di tempat yang sangat terpencil di Perancak” yang disambut tawa peserta. Meskipun tidak bisa menyembunyikan kelelahannya, sore itu panitia nampak gembira karena acara berlangsung sukses. Kehadiran tidak kurang dari 70 peserta dengan sekitar 25 presentasi adalah salah satu buktinya. Selain itu, pelaksanaan forum di tempat yang jauh dari kota membuat peserta ”betah” dan dengan antusias mengikuti setiap sesi. Jika BSM 2008 dilaksanakan di Denpasar atau dekat Pantai Kuta, mungkin akan lain ceritanya :)
Setalah acara berfoto bersama, semua peserta kembali ke penginapan masing-masing atau bandara Ngurah Rai untuk bertolak ke tempat asalnya. Beberapa peserta langsung diantar dengan bus yang sudah disiapkan panitia. Ini adalah bentuk lain dari kinerja panitia yang perlu diapresiasi sekaligus, tentunya, sebagai konsekuensi pelaksanaan forum ilmiah di tempat terpencil :)
Sore menjelang malam, peserta meninggalkan Perancak yang sunyi untuk kembali melanjutkan rencana masing-masing. Ada yang bersiap-siap menghabiskan sisa liburan di Bali, ada yang malam itu juga bertolak ke tempat asalnya, ada juga yang menyempatkan diri mengunjungi kolega dan sanak saudara di berbagai tempat di Bali. Perancak pun kembali sepi. Sepi dari riuhnya peserta Bali Scientifik Meeting 2008 yang ilmiah sekaligus eksotik.
Saya menyebutnya eksotik, bukan saja karena dilaksanakan di Bali yang memang kata banyak orang adalah Pulau Surga, tetapi karena kemasan acaranya juga sangat kental dengan budaya dan kesenian Bali. Lihat saja, misalnya, welcome dinner-nya yang diadakan di sebuah tempat pertunjukan berupa rumah tradisional Bali dengan arsitektur yang kental Asta Kosala Kosali-nya. Lantunan Jegog, gamelan tradisional Bali dari bambu yang diciptakan tahun 1912, menemani para undangan dan peserta BSM 2008 duduk di atas tikar pandan yang digelar di hamparan rumput hijau setengah berembun. Prof. Aris Poniman berbisik, “saya tidak tahu, mengapa semua ini menjadi pantes terasa, sesuatu yang kalau tidak di Bali mungkin akan terasa tabu.” Menyambut para pejabat tinggi dan pendekar geospasial di gelaran tikar pandan di atas rumput yang setengah berembun memang menjadi pantas, apalagi sambil menyaksikan tarian penyambutan khas Bali yang dibawakan empat perempuan cantik nan molek.
Undangan dan para peserta terbius oleh cerita lelaki setengah baya, pemimpin Sekaa Jegog yang mengisahkan sejarah Jegog dan perkembangannya dengan runut. Adalah Kiang (Kakek) Geliduh yang dengan kreativitas dan keisengannya menciptakan Jegog di awal abad ke-20 silam. Jenis gamelan ini kini bertahan dan menjadi salah satu ciri khas Kabupaten Jembrana, yang Bapak Bupati-nya terkenal inovatif itu.
Pagi tanggal 19 Maret 2008, acara inti dimulai di Balai Riset dan Observasi Kelautan (BROK) di Perancak, Jembrana. Sebelumnya, banyak peserta yang baru datang dari luar kota termasuk beberapa peserta dari UGM, UNDIP dan UPN Yogyakarta. Prof. Indroyono Susilo sendiri datang pada pagi itu ketika acara sudah dimulai.
Empat pembicara utama tampil bersamaan yaitu Dr. Bambang Sapto Pratomosunu (Ristek), Dr. Asep Karsidi (Kesra) Prof. Aris Poniman (Bakosurtanal) dan Prof. Yasuhiro Sugimori (Unud) dengan panduan Prof. Bangun Muljo Sukojo (ITS). Masing-masing membawakan tema yang menarik dan membuat peserta antusiasi menyimak. Dr. Bambang memulai dengan program riset unggulan ristek, diikuti Dr. Asep Karsidi dengan manajemen bencana. Pembicara ketiga adalah Prof. Aris Poniman dengan topik Inderaja untuk survei pemetaan yang dilanjutkan Prof. Sugimori yang memaparkan aplikasi SIG untuk menentukan Total Alowance Catch (TAC) dalam penangkapan eksploitasi ikan. Semua topik menarik walaupun sayang sekali tidak banyak waktu yang tersedia untuk diskusi.
Prof. Indroyono Susilo yang datang ketika keempat pembicara sedang ada di mimbar akhirnya memulai keynote speech yang sangat menarik. Inti dari presentasi beliau adalah bagaimana memasukkan aspek dan peran geospasial sehingga menjadi bagian formal dari kebijakan. Memiliki para pendekar geospasial yang kini sudah ada di posisi pembuat keputusan seharusnya menjadi nilai lebih sehingga bisa menjadikan geospasial mewarnai dan hidup dalam kebijakan-kebijakan pemerintah. Prof. Indroyono mengemukakan sebuah filosofi menarik bahwa data yang dimiliki harus diubah menjadi informasi bermanfaat yang mewujud menjadi pengetahuan (knowlegde). Meski demikian, dia tidak boleh berhenti sebelum akhirnya menjadi bagian dari kebijakan (policy). Pemaparan yang sangat menginspirasi ini memang selayaknya didengarkan oleh siapa saja yang bermain di dunia geospasial. ”Anda, sebagai anggota MAPIN, memerlukan hanya dua langkah menuju presiden” katanya suatu ketika. ”Anda tinggal sampaikan gagasan Anda ke saya, saya bilang ke menteri dan menteri meneruskan ke presiden. Sesungguhnya, gagasan MAPIN sangat mungkin menjadi kebijakan presiden dan itu tidak sulit jika mau” imbuhnya sangat inspiratif. Inilah gunanya hadir dalam sebuah pertemuan ilmiah yang manfaatnya tidak bisa dinilai dengan Rp. 100 ribu uang registrasi dan sekian rupiah ongkos pesawat :)
Mengingat waktu yang terbatas dan jumlah pemakalah yang tidak sedikit, panitia memutuskan presentasi dilakukan secara paralel di tiga lokasi berbeda. Berbagai presentasi menarik disuguhkan oleh pemakalah yang terkait aplikasi RS GIS untuk kelautan. Ada juga penelitian dasar seperti kajian karakteristik spektral bakau di Estuari Perancak. Selain itu, ada beberapa presentasi terkait kawasan konservasi laut daerah (KKLD) serta zonasi dan koservasi ekosistem pesisir. Landas kontinen di luar 200 mil laut dan usaha Indonesia dalam mengajukan klaimnya kepada PBB juga menjadi salah satu topik presentasi. Sayang sekali, karena ketiga sesi berjalan secara paralel, tidak mungkin mengikuti presentasi semua pemakalah. Untunglah panitia melakukan langkah terpuji dengan membagikan file presentasi semua pemakalah dalam bentuk CD. Hal ini tentu sangat membantu peserta lain dalam memahami materi pemakalah yang tidak sempat disaksikannya.
Yang menarik, dalam BSM 2008 ini ada presentasi dari 2 mahasiswa: Farid Yuniar dan Krisna Arimjaya. Keduanya adalah mahasiswa semester 8 Teknik Geodesi UGM yang baru pertama kali menulis makalah untuk pertemuan ilmiah. Farid mempresentasikan aplikasi SIG berbasis Internet untuk visualisasi Pulau Pulau Kecil di Indonesia sedangkan Krisna menyajikan aplikasi Google Maps API untuk sistem informasi batas maritim Indonesia. Meski mungkin masih cukup sederhana untuk peserta BSM 2008, gagasan ini berhasil mereka bawakan dengan baik. Tanggapan dari pesertapun cukup antusias.
Acara BSM 2008 ditutup oleh Kepala BROK sekitar pukul 5 sore. Dalam pidato penutupannya beliau sempat berkelakar ”kok mau-maunya peserta ditipu, diajak diskusi di tempat yang sangat terpencil di Perancak” yang disambut tawa peserta. Meskipun tidak bisa menyembunyikan kelelahannya, sore itu panitia nampak gembira karena acara berlangsung sukses. Kehadiran tidak kurang dari 70 peserta dengan sekitar 25 presentasi adalah salah satu buktinya. Selain itu, pelaksanaan forum di tempat yang jauh dari kota membuat peserta ”betah” dan dengan antusias mengikuti setiap sesi. Jika BSM 2008 dilaksanakan di Denpasar atau dekat Pantai Kuta, mungkin akan lain ceritanya :)
Setalah acara berfoto bersama, semua peserta kembali ke penginapan masing-masing atau bandara Ngurah Rai untuk bertolak ke tempat asalnya. Beberapa peserta langsung diantar dengan bus yang sudah disiapkan panitia. Ini adalah bentuk lain dari kinerja panitia yang perlu diapresiasi sekaligus, tentunya, sebagai konsekuensi pelaksanaan forum ilmiah di tempat terpencil :)
Sore menjelang malam, peserta meninggalkan Perancak yang sunyi untuk kembali melanjutkan rencana masing-masing. Ada yang bersiap-siap menghabiskan sisa liburan di Bali, ada yang malam itu juga bertolak ke tempat asalnya, ada juga yang menyempatkan diri mengunjungi kolega dan sanak saudara di berbagai tempat di Bali. Perancak pun kembali sepi. Sepi dari riuhnya peserta Bali Scientifik Meeting 2008 yang ilmiah sekaligus eksotik.
1 comment:
sebuah review singkat yang dapat membuat pembaca ikut merasakan atau meng-iya-kan eksotisnya sebuah acara walaupun pembaca tidak berada dan mengikuti acara tersebut...sebuah review yang seksi!
salut untuk panitia yang berhasil mengadakan MAPIN di sebuah tempat terpencil, yang bahkan saya pun tak pernah mendengar nama daerah tersebut..he3x
aplouse juga untuk 2 orang rekan di TK Geodesi UGM dengan hasil karyanya yang inovatif.
sepertinya Pak Andi banyak ikut turun tangan dalam 2 hasil karya itu ?
best regard
IG Ng Anom P.
Post a Comment