Karya I Made Andi Arsana, ST., ME Batas Maritim Antarnegara - Sebuah Tinjauan Teknis dan Yuridis (Gadjah Mada University Press, 2007) more...

Wednesday, April 30, 2008

Perluasan Wilayah Australia

Pada hari Senin (21/4/08) berbagai media massa Australia memberitakan perluasan wilayah Australia yang menjadi pembicaraan hangat di berbagai kalangan di negeri Kangguru ini. Wajar jika berita ini menarik perhatian karena media massa juga menulis headline yang cukup provokatif. The Australian, misalnya, menulis ”Australia expands into new territory”. Jika tidak disertai pemahaman yang baik, judul berita ini bisa saja disalahartikan. Benarkan Australia memperbesar wilayahnya? Bagaimana dengan Indonesia?


More...

Saturday, April 26, 2008

Celebrating a hundred years of maritime nation

Opinion in The Jakarta Post by I Made Andi Arsana, 26 April 2008

"Nenek moyangku orang pelaut/Gemar mengarung luas samudera/Menerjang ombak tiada takut/Menempuh badai sudah biasa ...."

(Our ancestors were sailors/ They sailed across the oceans/ Challenged the waves fearlessly/Surfed the storm familiarly.)

In the early 1990s or before, the above song was popular in Indonesia. I wonder whether Indonesian children nowadays still sing this song. One thing for sure, children seem to be more interested in drawing mountain views rather than seas. Does it indicate a degradation of the maritime spirit? Let us go back a while.

More...

Tuesday, April 22, 2008

Perihal Perluasan Wilayah Australia

Pada hari Senin (21/04/08) berbagai media massa Australia memberitakan perluasan wilayah Australia yang menjadi pembicaraan hangat di berbagai kalangan di negeri Kangguru ini. Wajar jika berita ini menarik perhatian karena media massa juga menulis headline yang cukup provokatif. The Australian, misalnya menulis “Australia expands into new territory” Jika tidak diserta pemahamkan yang baik, judul berita ini bisa saja disalahartikan. Benarkan Australia memperbesar wilayahnya? Bagaimana dengan Indonesia?


Yang dimaksud dengan territory oleh The Australian sesungguhnya bukanlah wilayah darat yang padanya berlaku kedaulatan penuh. Penggunaan territory di sini sesungguhnya kurang tepat karena yang diperluas adalah wilayah maritim, khususnya landas kontinen (dasar laut). Australia tidak memperluas wilayah kedaulatan (sovereignty) tetapi kawasan hak berdaulat (sovereign rights). Dalam hukum internasional, kedua istilah ini memiliki pengertian yang signifikan berbeda. Pada sovereignty berlaku kedaulatan penuh sedangkan pada sovereign rights tidak. Padanya hanya berlaku ketentuan bahwa sebuah negara berhak memanfaatkan sumberdaya alam dengan tanggungjawab tertentu.

Mengenal Perluasan Landas Kontinen
Perluasan landas kontinen ini memang dimungkinkan dan diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (United Nations Conventions on the Law of the Sea, UNCLOS) Pasal 76. Dalam Konvensi ini dikatakan bahwa landas kontinen sebuah negara pantai (coastal state) dapat mencapai batas terluar tepian kontinennya atau sampai pada jarak 200 mil laut (M) dari garis pangkal (garis pantai) jika batas terluar tepian kontinennya tidak mencapai jarak 200 M. Selanjutnya dikatakan bahwa negara pantai juga bisa menambah landas kontinennya melebihi 200 M dari garis pangkal (Landas Kontinen Ekstensi, LKE). Jika menginginkan LKE, negara pantai tersebut harus mendelineasi batas terluar landas kontinen yang baru dan mengajukannya kepada Komisi PBB (Commission on the limits of the Continental Shelf, CLCS). Hingga kini, sembilan pengajuan sudah masuk ke CLCS.

Untuk mengklaim LKE ini, sebuah negara harus melakukan pembuktian sesuai dengan ketentuan Pasal 76 UNCLOS. Ada dua kriteria yang memungkinkan yaitu yang terkait dengan ketebalan batuan sedimen di dasar laut atau menggunakan kriteria jarak dari bagian dasar laut yang disebut kaki lereng. Prosedur ini sangat rumit dan memerlukan integrasi berbagai disiplin teknis seperti geodesi, geofisika, hidrografi dan geologi. Untuk membuktikan ini, tentu saja harus dilakukan survei batimetri untuk mengetahui profil dasar laut dan survei seismik untuk mengetahui ketebalan sedimen.

Selain itu ada juga konstrin dalam menentukan batas terluar LKE ini. Batas terluar LKE tidak boleh melebihi jarak 350 M dari garis pangkal atau tidak melebihi garis kedalaman 2500 meter ditambah 100 M ke arah laut lepas.

Bisa dipahami, memang tidak mudah memahami prosedur klaim LKE, terlebih bagi mereka yang tidak menekuni disiplin yang disebutkan sebelumnya. Meski begitu, tentu bisa dimengerti bahwa penentuan LKE ini sangatlah rumit, memerlukan sumberdaya dengan kualifikasi memadai, dan yang terpenting memerlukan biaya yang sangat tinggi.

Australia mengajukannya LKE kepada CLCS pada tahun 2004. Pengajuan ini nampaknya sudah mendapat rekomendasi/persetujuan dari CLCS seperti yang diungkapkan Resources Minister, Martin Ferguson, di berbagai media. Tidak tanggung-tanggung, perluasan ini menjapai 2,5 juta km² yang diklaim setara dengan lima kali wilayah Prancis. Perluasan ini tentunya memungkinkan Australia untuk menambah potensi eksploitasi migas dan sumberdaya laut lainnya di masa depan.

Bagaimana dengan Indonesia?
Seperti halnya Australia, Indonesiapun berhak atas LKE. Hingga tulisan ini dibuat, Indonesia belum mengajukan LKE kepada CLCS, sementara itu waktu yang dimiliki tinggal satu tahun hingga 13 Mei 2009. Meski demikian, pihak terkait sudah melakukan usaha otimal untuk melakuan delineasi. Menurut berita dari Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (bakosurtanal.go.id, 15/02/08), Indonesia sudah siap mengajukan LKE untuk kawasan sebelah barat Aceh dengan luas kurang lebih setara dengan Pulau Madura.

Rencana delineasi dan pengajuan LKE ini memang potensial menjadi perdebatan. Ada beberapa pihak yang mempertanyakan apakah biaya yang dihabiskan akan sebanding dengan manfaat yang diperoleh? Ada juga yang mungkin mengatakan bahwa ekstensi ini tidak perlu mengingat Indonesia masih harus berkonsentrasi dengan urusan lain yang lebih urgent. Meski demikian, saya pribadi berpendapat bahwa perluasan landas kontinen ini perlu dilakukan untuk investasi masa depan.

Mungkin Indonesia belum melihat potensi sumberdaya alam di kawasan tersebut saat ini, kita tidak pernah tahu apa yang bisa dimanfaatkan dari kawasan tersebut di masa depan seiring kemajuan teknologi. Mengingat pengajuan ini dibatasi tenggat waktu, sinergi semua pihak terkait tentu sangat diperlukan. Semua pihak yang terlibat dalam proyek ini tentu sudah menyadari hal ini dan akan berbuat yang terbaik. Semoga.

More...

Sunday, April 06, 2008

Bangla-Myanmar maritime boundary talks ended inconclusively

Sengketa batas maritim berkepanjangan yang telah berusia sekitar 21 tahun antara Bangladesh dan Myanmar akhirnya dirundingkan kembali. Pertemuan dua hari tersebut berlangsung di Dhaka, ibukota Bangladesh selama dua hari tanggal 1-2 April 2008. Meski bisa dikatakan sebagai kemajuan dalam hubungan kedua negara dalam usaha menetapkan batas maritim, pertemua tersebut berakhir tanpa hasil. Kedua negara yang bersengketa di Teluk Bengal tidak berhasil menyatukan pandangan sehingga tidak bisa menyepakati garis batas tunggal seperti yang diinginkan.

Teluk Bengal merupakan salah satu lokasi di muka bumi yang dipenuhi sengketa maritim karena sangat banyak negara yang memliki kepentingan hak berdaulat di wilayah tersebut. Sementara itu, India dan Myanmar telah menyepakati batas maritim dengan menggunakan metode garis ekuidistan yang memungkinkan kedua negara melakukan eksplorasi dan ekslpoitasi sumberdaya di Teluk Bengal dengan lebih luasa secara legal.

Mengingat berakhirnya perundingan antara Bangladesh dan Myanmar yang tanpa keputusan, negosiasi akan dilanjutkan sekitar bulan Juni 2008 di Yangon, ibukota Myanmar. Kita tunggu apakah kedua negara akan berhasil menyepakati batas maritim mereka.

More...